Dalam tradisi spiritual Jawa terdapat suatu rumus misalnya :
- Siapa gemar membantu dan menolong orang lain, maka ia akan selalu mendapatkan kemudahan.
- Siapa yang memiliki sikap welas asih pada sesama, maka ia akan disayang sesama pula.
- Siapa suka mencelakai sesama, maka hidupnya akan celaka.
- Siapa suka meremehkan sesama maka ia akan diremehkan banyak orang.
- Siapa gemar mencaci dan mengolok orang lain, maka ia akan menjadi orang hina.
- Siapa yang gemar menyalahkan orang lain, sesungguhnya ialah orang lemah.
- Siapa menanam “pohon” kebaikan maka ia akan menuai buah kebaikan itu.
Semua itu merupakan contoh kecil, bahwa perbuatan yang kita lakukan merupakan doa untuk kita sendiri. Doa ibarat cermin, yang akan menampakkan gambaran asli atas apa yang kita lakukan. Sering kita saksikan orang-orang yang memiliki kekuatan dalam berdoa, dan kekuatan itu terletak pada konsistensi dalam perbuatannya. Selain itu, kekuatan doa ada pada ketulusan kita sendiri. Sekali lagi ketulusan ini berkaitan erat dengan sikap netral dalam doa, artinya kita tidak menyetir atau mendikte Tuhan.
Berikut ini merupakan “rumus” agar supaya kita lebih cermat dalam mengevaluasi diri kita sendiri;
- Jangan pernah berharap-harap kita menerima (anugrah), apabila kita enggan dalam memberi.
- Jangan pernah berharap-harap akan selamat, apabila kita sering membuat orang lain celaka.
- Jangan pernah berharap-harap mendapat limpahan harta, apabila kita kurang peduli terhadap sesama.
- Jangan pernah berharap-harap mendapat keuntungan besar, apabila kita selalu menghitung untung rugi dalam bersedekah.
- Jangan pernah berharap-harap meraih hidup mulia, apabila kita gemar menghina sesama.
Lima “rumus” di atas hanya sebagian contoh. Silahkan para pembaca yang budiman mengidentifikasi sendiri rumus-rumus selanjutnya, yang tentunya tiada terbatas jumlahnya.
Kesimpulan
Doa akan memiliki kekuatan (mustajab), asalkan kita mampu memadukan empat unsur di atas yakni : hati, ucapan, pikiran, dan perbuatan nyata. Dengan syarat perbuatan kita tidak bertentangan dengan isi doa. Di lain sisi amal kebaikan yang kita lakukan pada sesama akan menjadi doa mustajab sepanjang waktu, hanya jika, kita melakukannya dengan ketulusan. Setingkat dengan ketulusan kita di pagi hari saat “membuang ampas makanan” tak berarti.
Sumber
0 Response to "Doa adalah Seumpama Cermin "
Post a Comment